Pemuda Sederhana - Ahli Syurga:
Rasulullah saw menatap satu persatu para sahabat yang sedang berkumpul dalam satu majlis, hening dan tawadhu. Tiba-tiba terdengar satu suara memecah keheningan, “Ya Rasulullah”. Semua hadirin memberikan perhatian.
“Sekiranya pertanyaanku ini tidak menimbulkan kemurkaan Allah, sudilah engkau menjawabnya”.
“Apa yang hendak engkau tanyakan itu”, Rasulullah saw bertanya kembali dengan nada suara yang begitu lembut.
Dengan sikap yang agak tegang sahabat itupun langsung bertanya: “Siapakah diantara kami yang akan menjadi ahli syurga?”
Secara tiba-tiba, bagai petir menyambar, jiwa-jiwa yang tadinya tawadhu, menyentap ketenangan, terhiris luka karena murka terhadap pertanyaan yang keterlaluan itu. Pertanyaan tadi sesungguhnya luar biasa dan dianggap tidak wajar. Sungguh keterlaluan, setengah sahabat menilainya mengandung ujub (bangga atas diri sendiri) atau riya’. Seperti biasa dengan sikapnya, Umar Ibn Khattab ra yang terlebih dahulu bertindak, bangkit untuk mengherdik sahabat yang bertanya. Rasulullah saw menoleh ke arahnya sambil memberi isyarat supaya menahan diri.
Rasulullah saw menatap ramah, beliau dengan tenangnya menjawab:“Engkau lihatlah ke pintu, sebentar lagi orangnya akan muncul”.
Setiap pasang mata menoleh ke ambang pintu dengan penuh debaran, dan setiap hati bertanya-tanya, siapakah gerangan "orang hebat" yang di sebut oleh Rasulullah saw sebagai AHLI SYURGA itu.
Seketika masa berlalu akhirnya orang yang mereka tunggu itu pun muncul. Setiap wajah kehairanan. Terpegun dan hampir tidak percaya. Setelah orang itu mengucapkan salam kemudian menggabungkan diri ke dalam majlis, kehairanan mereka semakin bertambah. Sesungguhnya mereka ragu dengan apa yang telah mereka saksikan.
Terdapat kebingungan dan keliru, masakan kata-kata baginda itu suatu yang tidak benar, tetapi jawapan yang diberi oleh Rasulullah saw itu kelihatan amat tidak sesuai dengan apa yang mereka sangkakan.
Manusia yang masuk sebentar tadi itu tidak lebih dari seorang pemuda serba sederhana yang tidak pernah muncul di permukaan. Dalam istilah kemelayuan ia amat sesuai dengan ungkapan "umpama melukut di tepi gantang".
Ia adalah satu wajah yang tidak pernah mengangkat kepala bila tidak ditanya dan tidak pernah bersuara bila tidak diminta. Ia bukan pula termasuk dalam senarai sahabat terdekat Rasulullah saw.
Sungguh membingungkan hadirin. Apa kehebatan pemuda ini?
Setiap hati menunggu penjelasan dari baginda Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda:
“Setiap gerak-geri dan langkah perbuatannya hanya ia ikhlaskan semata-mata mengharapkan redha Allah. Itulah yang membuat Allah menyukainya”.
Betapa tinggi nilai ikhlas dalam amal perbuatan seseorang, sehingga Rasulullah saw menyebutkannya sebagai salah satu syarat untuk menjadiahli syurga. Kedudukan ikhlas di dalam Islam sememangnya sangat diutamakan, hanya ikhlas dianggap sebagai ukuran amal seseorang kepada Allah SWT .
Allah berfirman:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus". (maksud Al Bayyinah: 5)
"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan ?" (An-Nisa’: 125)
Riya’, yang berarti memperlihatkan perbuatan amalan apa sahaja terutamanya ibadah kepada Allah dengan tujuan dilihat oleh manusia, supaya memujinya. Lebih buruk sekiranya mengharap penghargaan dari makhluk dan menjadikan "lakonan" itu sebagai alat untuk mendapat kelebihan di dunia. Menjual agama dengan harga yang murah.
Sam’ah, menceritakan kebaikan diri dan segala amalan ibadah yang dilakukan, termasuk juga suka memuji diri sendiri. Merasa bangga serta suka menghebahkan segala perbuatan yang dilakukan, yang berarti beramal dengan tujuan untuk didengar dan disanjung oleh orang lain (mencari populariti). Harap pujian dari makhluk.
'Ujub, merasa hairan dan takjub di dalam hati terhadap amal.dan kehebatan diri, walaupun sentiasa menyembunyikan amalannya dari orang ramai. Kategori riya’ yang halus. Masih menyekutukan Allah dengan diri sendiri.
- Salam Tuan, Minta izin tumpang lalu. Banyak info dan ilmu dalam blog Tuan. Terima kasih.
- salam saudara, artikel yang baik sebagai pedoman...
- Salam kembali, Terimakasih kesudian tuan, puan singgah disini.